Sabtu, 26 November 2022

Bualan intoleransi

Seumur dunia ini ada, dunia bisa menyaksikan bahwa kaum Muslim adalah contoh terbaik bila itu berurusan dengan urusan toleransi. Tidak hanya soal agama, tapi juga soal manusia.

Islam memberi batas jelas, “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Silakan beribadah, aku pun beribadah, kita saudara sebagai manusia. Aku tak memaksamu sesuai ibadahku, jadi kamu juga tak memaksaku.

Terlebih lagi, Islam melihat menausia itu mulia, apa pun agamanya, etnis, suku, atau apa pun. Tak hanya yang hidup, bahkan jenazah manusia pun dimuliakan dan dihormati.

Jadi apa pasal muslim Indonesia dituduh intoleran? Sebabnya sederhana, yaitu kaum muslim mau hidup dan melakukan praktik agama mereka, itu saja.

Islam mengharuskan pemimpin muslim, dituduh intoleran, sebab Muslim mayoritas, dan kalau begitu yang non-Muslim tak kan bisa jadi pemimpin, itu sebabnya.

Islam mengharuskan kenakan jilbab dan khimar, dibilang intoleran, sebab yang tak kenakan penutup aurat merasa tak nyaman, itu sebabnya.

Sebaliknya yang Nasrani berhari raya Natal, saling berbagi selamat hari raya, lalu Muslim yang tak ingin ikut-ikutan dikatakan intoleran, jadi sangat aneh sekali.

Singkatnya, orang Muslim dibilang intoleran karena:

  1. Menjalankan agamanya dengan taat, dan
  2. Tidak mau ikut-ikutan ibadah agama orang lain.

Jadi makna intoleransi saat ini bagi pendukung toleransi disepakati: karena aku minum teh, dan kamu minum kopi , berarti kamu intoleran kepadaku.

Jadi kalau aku mau taat, dan kamu mau taat, taatmu itu intoleransi bagiku. Bagus.

Begitulah yang kita lihat di Minahasa Utara, tak semua orang, hanya sebagian, tapi jadi pelajaran bahwa siapa yang teriak-teriak toleransi, bisa begitu intoleran terhadap orang lain.

Kalau mereka sedikit, mereka teriak intoleran, kalau meraka banyak, mereka menekan atas nama demokrasi. Basi.

Indonesia mayoritas Muslim, tapi libur di hari ibadah yang bukan Muslim, memutar lagu dan film natal saat Desember, Imlek saat waktunya. Di Bali, bahkan adzan tak boleh saat Nyepi. Di mana lagi yang se-toleran di Indonesia?

Di Amerika ada pemutaran salawat dan qiro’ah saat Ramadhan? Atau ada libur lebaran di China? Atau libur Jum’at buat karyawan Muslim di Korea? Mikir.

Harusnya penguasa, mulai dari Presiden, Menkopolhukam, Menag, Menhan, yang diamanahkan memberantas radikalisme, ekstrimisme dan intoleran, sadar dengan peristiwa pengrusakan musala di Minut ini. Bahwa bila mereka senantiasa mencurigai kaum Muslim, maka kerja mereka hanya fatamorgana.

(Penulis: Felix Siauw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resiko Murtad

Oleh Ustadz Imam Wahyudi Lc  Islam adalah anugerah yang tiada tara. Satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla di dunia dan a...