Terlena
Buya Hamka
waktu berlalu begitu halus menipu kita yang terlena
belum sempat berzikir di waktu pagi, hari sudah menjelang
siang,
belum sempat bersedekah pagi, matahari sudah meninggi.
niat pukul 9.00 pagi hendak salat duha, tiba-tiba azan zuhur
sudah terdengar
teringin setiap pagi membaca 1 juz Al-Qur’an, menambah
hafalan satu hari satu ayat, itu pun tidak dilakukan.
rancangan untuk tidak akan melewatkan malam kecuali dengan
tahajud dan witir, walau pun hanya 3 rakaat, semua tinggal angan-angan
beginikah berterusannya nasib hidup menghabiskan umur?
berseronok dengan usia?
lalu tiba-tiba menjelmalah usia di angka 30, sebentar
kemudian 40, tidak lama terasa menjadi 50 dan kemudian orang mula memanggil
kita dengan panggilan “Tok Wan, Atok…Nek” menandakan kita sudah tua
lalu sambil menunggu sakaratul maut tiba, diperlihatkan
catatan amal yang kita pernah buat
astagfirullah, ternyata tidak seberapa sedekah dan infak
cuma sekedarnya, mengajarkan ilmu tidak pernah ada, silaturahmi tidak pernah
buat
justru, apakah roh ini tidak akan melolong, meraung,
menjerit menahan kesakitan di saat berpisah daripada tubuh ketika sakaratul
maut?
tambahkan usiaku ya Allah, aku memerlukan waktu untuk
beramal sebelum Kau akhiri ajalku
belum cukupkah kita menyia-nyiakan waktu selama 30, 40, 50
atau 60 tahun?
perlu berapa tahun lagikah untuk mengulang pagi, siang,
petang dan malam, perlu berapa minggu, bulan, dan tahun lagi agar kita bersedia
untuk mati?
kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan
untuk menghasilkan pahala, maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi
orang-orang yang terlena